Dalam dunia serbasibuk dan hingar-bingar ini, mereka yang bekerja pada kadar stres tinggi, paling rentan terkena rasa putus asa. Ironisnya, hal itu bisa menimpa setiap orang. Tak hanya orang yang hidup di bawah garis "pas-pasan" (secara materi), tapi orang kaya sekalipun. Maklum, hidup ini bukan melulu soal uang, tapi juga cinta, keluarga, dan harga diri. Self-esteem, sebenarnya merupakan bagaimana seseorang menghargai dirinya sendiri sebagai insan. Kalau rendah, berarti ia kurang atau tidak menghargai dirinya sendiri. Sementara itu, bila seseorang tidak menghargai tinggi dirinya sendiri, mungkinkah orang lain akan menghargainya? Merasa tidak berguna Jawaban itulah yang kemudian membuat seseorang yang self-esteem-nya rendah biasanya juga merasa tidak berguna dan not belonging, yang pada tingkat parah bisa saja membuatnya memutuskan untuk bunuh diri. Pada sebuah studi di Amerika Utara - meliputi Kanada dan Meksiko - beberapa tahun lalu, para ahli menemukan bahwa tingginya tingkat bunuh diri pada umumnya terkait dengan kondisi kemiskinan, merasa ditinggalkan (sebagian besar dirasakan oleh mereka yang berusia di bawah 16 tahun), dan situasi-situasi di mana mereka merasa 'asing' dengan sekeliling mereka. Hasil penelitian itu juga menunjukkan bahwa anak-anaklah yang paling rentan bila self-esteem rendah menimpa mereka. Pasalnya, mereka secara konstan dibombardir oleh tekanan kelompok dan harapan-harapan yang tidak realistis dari orang tua dan teman-teman mereka. Hal inilah yang membuat mereka memperoleh masalah kejiwaan yang berat, yang dimulai dengan perasaan tidak berguna bagi siapa pun. Pria lebih menderita Nyatanya, kata ahli, hal-hal ini makin berat lagi bila menimpa kaum pria. Apa pasal? Sebab semua society patriarkal umumnya menumpukan pencapaian tertinggi pada pundak pria - entah sebagai pemimpin ataupun sebagai pencari nafkah. Itu semua kembali lagi pada teori 'seleksi alam' atau 'yang terkuatlah yang bertahan'. Memang, kedengarannya seperti hukum rimba, tapi itulah yang terjadi. Tradisi masih menyiratkan bahwa pria adalah 'pemburu' sementara wanita adalah 'pengumpul' (hasil buruan). Bahkan meski dengan adanya kebebasan wanita dan feminisme pun, kaum prianya sendiri masih merasa bahwa pundak merekalah yang bertanggungjawab untuk menanggung beban keduniawian. Hasilnya? Ya itu tadi, kata para ahli. Bila si pria merasa tidak mampu memenuhi segala tuntutan - biarpun tidak tertulis - yang ditimpakan kepadanya, ada kemungkinan penghargaannya terhadap diri sendiri jadi rendah. Kalau Anda sang pria itu, cepatlah melakukan koreksi. Dan Anda yang wanita, bagaimana kalau mulai sekarang Anda lebih pengertian terhadap pria?
Pria Self esteem kurang
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment