Katanya hanya teman biasa, tapi kok cemburu sih waktu dia ngapelin calon pacarnya? Ada feeling juga, ya? Atau cinta platonis? Tidak usah malu mengakuinya. Bukan hanya kamu kok yang pernah naksir sama sahabat sendiri. Hal ini sering terjadi pada setiap cowok yang menjalin persahabatan dengan cewek, atau sebaliknya. Ngomong-ngomong, kenapa tidak pacaran saja? "Dilema! Dia baik sih, tapi kami nggak mungkin pacaran. Dia teman saya yang paling baik. Swear, kami nggak punya perasaan apa-apa kok!," kata seorang cewek yang ditanyai Astaga!com, di Jakarta. Kenapa begitu susah ya? Seperti hukum aksi-reaksi Newton, setiap sebab, selalu ada akibatnya. Setiap perbuatan, akan ada imbalannya. Memang tidak selalu buruk, tetapi juga tidak selalu baik. Demikian pula dalam sebuah hubungan, kalau kamu berlaku sebagai sahabat, maka kamu akan mendapat imbalan perlakuan sebagai seorang sahabat. Sebaliknya, kalau kamu memposisikan diri sebagai pacar, maka dia -mungkin- akan memperlakukan kamu sebagai seorang pacar. Tapi semua itu relatif, tergantung dari sudut mana kamu melihatnya. Tergantung dari cara kamu memperlakukan dia, mood dan situasi yang terbentuk di antara kalian. Sebelum membuat keputusan, mari kita berpikir logis. Kalau kamu berpikir persahabatan jauh lebih penting dari asmara, maka kamu harus rela membuang perasaaan cinta yang sangat dalam kepada dia. Kamu juga harus rela melihat dia berjalan bergandengan dengan orang lain. Silakan mengurut dada waktu melihat dia memeluk atau dipeluk, atau bahkan ketika dia mencium (atau dicium) pacarnya. Kamu harus rela hanya menjadi "keranjang sampah" atau tempat mengadu ketika dia sendu. Bisa dimengerti bila kamu merasa sebagai orang paling mengerti perasaannya, apalagi bila hubungan persahabatan kalian sudah berjalan lama. Tapi ingat, begitu dia memiliki pacar, maka posisi kamu tak lebih dari seorang teman. Sekali lagi, kamu hanya "keranjang sampah" baginya. Kalau kamu ingin mempertahankan persahabatan, maka kamu juga harus siap menerima kenyataan bahwa hubungan kamu dan dia tidak akan berkembang lebih lanjut, atau stagnan atau jalan ditempat alias "segitu-gitu" saja. Lebih buruk lagi, bisa jadi dia akan mengurangi intensitas jalan bareng atau berkunjung ke rumah kamu karena harus ngapel dulu. Tapi, apa yang akan terjadi kalau kamu dan dia "jadian"? Sayangnya, tidak ada jaminan kisah asmara yang lahir akan mengesankan seperti yang dibayangkan sebelumnya. Sebaliknya, kamu harus siap-siap kehilangan tempat "curhat" bila ada masalah soal asmara. Bayangkan kepada siapa kamu harus mengadu kalau sedang marahan dengan dia -sahabat yang akan menjadi pacarmu itu-? Lebih bingung lagi, kamu tidak bisa bebas berlari dan sembunyi bila sedang benci atau tidak mood bicara dengan pacar yang dulu sahabat kamu itu. Kenapa? Karena sebelum menjadi pacar, kalian sudah memiliki ikatan yang kuat, yakni sebuah persahabatan. Kalau dulu, kamu bisa menganggap cuek semua yang terjadi di antara kalian -"elo-elo, gue-gue"-, maka -mau tidak mau- kamu harus mulai berbagi semuanya. Kamu juga nggak bisa lagi minta saran kalau ada orang lain -yang lebih oke dari dia- naksir kamu. Bisa-bisa, kamu sendiri yang repot: kehilangan sahabat, sekaligus pacar. Iya kan? Meski begitu, keputusan tetap ada di tangan kamu. Seperti judul lagu, listen to your heart itu penting. Dan, perlu diketahui bahwa cinta itu adalah anugerah. Good luck, guys! (imaulana)
Dijadiin Pacar atau Teman, Ya?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment